Pasal Sembahyang


Adapun rukun Sembahyang itu ada 13 perkara :
  1. Niat
  2. Berdiri betul
  3. Takbiratul Ihram
  4. Fatihah
  5. Rukuk
  6. I’tidal
  7. Sujud
  8. Duduk Antara Dua Sujud
  9. Duduk Tahiyat
  10. Tahiyat Akhir
  11. Salawat
  12. Salam
  13. Tertib
Tumakninah artinya menetapkan suatu rukun pindah ke rukun yang lainnya. Inilah Tumakninah namanya. Menghilangkan gerak dan diam rukun, baru pindah ke rukun yang lainnya, karena apabila gerak rukun umpamanya tidak sempat hilang sudah pindah kepada I’tidal, maka tiadalah sah sembahyangnya karena tumakninahnya tidak ada gerak.

Rukun itu tercampur kepada yang lainnya, inilah syari’at namanya. Maka dari itu kalau kita merasa belum bisa belajar sembahyang, belajarlah terlebih dahulu, sebelum kita mengerjakan sembahyang atau sambil mengerja sambil belajar, karena tiap-tiap rukun sembahyang itu ada mempunyai syarat-syarat yang tertentu.

Inilah yang menjadikan kita diwajibkan belajar, sesuai dengan hadis Nabi yang berbunyi “UT LUBUL’ILMI PARI DATUN ‘ALA KULLI MUSLIMIN NAWA MUSLIMAT” artinya Menuntut ilmu itu wajib atas kita laki-laki dan perempuan. Maka oleh sebab itu kalau kita yang ingin bersembahyang belajarlah terlebih dahulu, kalau ingin selamat di dalam Kubur atau di waktu panas pada hari Mahsyar, karena di dalam sembahyang itu cukup lengkap buat menjawab pertanyaan Munkar dan Nakir, meluaskan Titiyan Siratul Mustakim, buat payung di waktu panas Padang Mahsyar. Karena sembahyang itu cukup lengkap tersedia apa saja, akan tetapi sembahyangnya orang belajar atau berIlmu. Kalau sembahyang orang yang tiada belajar atau tiada berilmu, pasti tiada dapat lindungan seperti uraian yang tersebut di atas.

Maka dari itu, sesudah lengkap kita ketahui apa apa yang diwajibkan oleh Syara’ yakni Syari’at, kemudian kita tambah pula dengan Ilmu bathin yakni Hakikat, supaya segala amalan sembahyang kita itu lepas dari syirik, ujub, ria, takbur dan sebagainya.

Yang menghilangkan pahala sembahyang, apabila Ilmu Fiqih sudah sungguh-sungguh dipelajari dan Ilmu Tasawuf sudah juga dipelajari, baru itu amalan yang Tahkik yang disyari’atkan oleh Nabi kita Muhammad SAW supaya jangat sampai sembahyang itu sembahyang tiruan saja, tiada ada ilmunya.

Adapun rukun sembahyang itu terbagi 3 (tiga) bagian :
  1. Rukun Qolbi
  2. Rukun Qauli
  3. Rukun Pi’li
  1. Rukun Qolbi itu masuk 2 (dua) rukun yaitu : Niat dan Tertib, tempatnya di hati, tiada boleh dibaca atau dituturkan dengan hati, hanya ingat, atas Ma’rifat saja, takluknya kepada Sifat Ilmu (pengetahuan).
  2. Rukun Qouli itu masuknya 5 (lima) rukun yaitu : Takbiratul ihram, Fatihah, Tahiyat, Salawat, Salam Pertama. Adapun rukun Qouli ini wajib dibaca dengan mulut, tiada boleh diingat dengan hati, membacanya sekira-kira telinga kita sendiri yang mendengarnya, takluknya kepada sifat Sama’ atau pendengaran.
  3. Rukun Fi’li masuknya 6 (enam) rukun yaitu : kelakuan sembahyang : Berdiri Betul, Rukuk, I’tidal, Sujud, Duduk Di antara Dua Sujud, Duduk Tahiyat Akhir, maka yang 6 (enam) ini ialah kelakuan sembahyang, takluknya kepada sifat Bashar (penglihatan). Maka Rukun Fi’li ini ialah kelakuan sembahyang atau kelakuan Allah atas jasad yang terbit dari pada setetes air mani. Diciptakan Allah menjadi tubuh/jasad, itulah hurufnya nasar Nabi Allah Adam yang 4 (empat) yakni Air, Tanah, Api dan Angin, menjadi tubuh hurufnya kepada kita, dan inasar Muhammad itu 4 (empat) pula pada kita yaitu :
    • Pengrasa
    • Pendengar
    • Penglihat
    • Pencium
maka menjadi Roh kepada kita itulah asal dari pada inasar Muhammad. Maka Muhammad inilah yang disuruh menyembah Allah, karena sesudah inasar Adam menjadi tubuh dan inasar Muhammad menjadi Roh kita, maka sempurnalah kejadian kita, akan tetapi masih belum bisa bergerak apa-apa, Firman Allah Ta’ala : “LAA TATAH RAKA ZURRATAN ILLA BIIZRILLAH” artinya Tidak bergerak Ya Muhammad di dalam alam ini sesuatu apa yang kecil kalau tiada izinKu (RahasiaKu).

Maka Rahasia itu “Nur”. Adapun jalan hakikat yang mengata Allahu Akbar di waktu kita sembahyang itu ialah Rahasia Allah kepada kita. Begini jalan Ma’rifat kita kepada Allah atau kepada Zattullahi Ta’ala yang berpedoman kepada hukum Syara’ yakni Syari’at yang dibawa oleh Nabi kita Muhammad SAW.

PENJELASAN ORANG ORANG YANG MENINGGALKAN SEMBAHYANG

Nabi bersabda : artinya Siapa yang meninggalkan sembahyang lima waktu, maka ia akan dibebankan seperti tersebut di bawah ini :
  1. Syahadatnya tidak diterima dan harus dibunuh.
  2. Mayatnya jangan dimandikan dan ditanam di jalanan.
  3. Jangan dimakan binatang yang disembelihnya.
  4. Jangan bergaul dengan mereka, karena mereka lebih najis daripada Anjing dan Babi.
Perhatikanlah hadist Nabi Muhammad SAW yang tersebut di atas. Selanjutnya ketahuilah Rahasia Sembahyang, karena itu adalah Nama Nabi Muhammad SAW dan yang pertama dijadikan sembahyang itu adalah Nama “Akhmad” seperti : Berdiri tegak dengan hakekatnya "Alif", Ruku’ seperti “Ha, Sujud seperti “Mim”, Duduk seperti “Dal”, inilah artinya kelakuan sembahyang pada Insan, seperti rupa Muhammad.
  1. Kepala Seperti Mim Awal
  2. Tangan/Bahu seperti Ha
  3. Perut seperti Mim Akhir
  4. Kaki seperti Dal
Rahasia daripada Rahasia Sembahyang kepada huruf Allah.
  1. Berdiri betul hurufnya Alif
  2. Ruku’ hurufnya Lam Awal
  3. Sujud hurufnya Lam Akhir
  4. Duduk Tahiyat hurufnya Ha
Inilah yang diumpamakan Diri yang bernafas ialah Muhammad yang berasal dari Ahmad.
  1. Alif Syaratnya kepada Api
  2. Ha Syaratnya kepada Angin
  3. Mim Syartnya kepada Air
  4. Dal Syaratnya kepada Tanah/Bumi

Mendekat Diri Kepada Allah


Dalam rangka mendekat Diri kepada Allah itu, perlu tanjakan atau tingkatan-tingkatan dari satu tingkat ke tingkat yang lebih tinggi. Seperti lazim dikerjakan oleh kaum Shuffi yang merupakan kesempurnaan Agama Islam. Sebagaimana Ilmu Tasawuf menerangkan, bahwa Syari’at itu hanya peraturan-peraturan belaka. Tarikatlah yang merupakan perbuatan untuk melaksanakan Syari’at itu. Apabila Syari’at dan Tarikat itu sudah dapat dikuasai, maka lahirlah Hakikat yang tidak lain dari pada perbaikan keadaan Ahwal. Sedangkan tujuan terakhir ialah Ma’rifat, yaitu mengenal Tuhan yang sebenar-benarnya serta mencintainya sebaik-baiknya. Syari’at ialah pengenalan jenis perintah dan Hakikat ialah pengenalan pemberi perintah. Demikianlah maka benar sekali apa yang diterangkan oleh AL GHAZALI, merupakan jalan ini mendekat Diri kepada Allah, memerlukan tanjakan-tanjakan bathin. Hal ini perlu mengosongkan Bathin manusia dan mengisinya dengan Zikir/ingat kepada Allah.

Sebuah Hadist Qudsi mengatakan :
“Adalah Aku suatu perbendaharaan yang tersembunyi
Maka inginlah Aku supaya diketahui siapa Aku
Maka Kujadikan Mahluk
Maka dengan Allah mereka mengenal Aku"
Ali Bin Abi Talib bertanya kepada Rasulullah :
“Ya Rasulullah, manakah Tarekat yang sedekat-dekatnya mencapai Tuhan?"

Yang di jawab oleh Rasulullah :
“Tidak lain daripada Zikir kepada Allah”

Pada Suatu hari datsng seorang lelaki (Jibril) dan bertanya :
Apakah itu Iman?

Nabi menjawab, Iman itu adalah :
Engkau percaya adanya Tuhan
Percaya Malaikatnya
Percaya Pertemuan Tuhan di Akhirat
Percaya Rasul Rasulnya
Percaya Hari Kebangkitan.

Apakah Islam itu?
Nabi menjawab, Islam itu adalah menyembah Allah dan jangan perserikatnya, menegakkan Sholat, menunaikan Zakat, berpuasa di bulan Ramadhan.

Apakah Ikhsan itu?
Nabi menjawab, Ikhsan itu adalah keadaan Engkau menyembah Tuhan, seakan akan Engkau melihatnya, sekiranya Enkau tidak melihatnya, maka Allah melihat Engkau. (Bukhari)


Awal Agama Mengenal Allah


“AWALUDDIN MA’RIFATULLAH”

Artinya : Awal Agama mengenal Allah.

Sebelum mengenal Allah terlebih dahulu kita diwajibkan mengenal diri, setelah mengenal diri, terkenallah kepada Allah, bilamana sudah mengenal Allah, Fanalah diri kita atau tidak ada mempunyai diri lagi, pada hakikatnya hanya Allah.

Selanjutnya terlebih dahulu kita mengenal diri, bilamana tidak mengenal asalnya kejadian diri, maka tidaklah sempurna Ilmu yang kita pelajari. Seperti kata ABDULLAH IBNU ABBAS. R. A :

“Ya Rasulullah, apakah yang pertama dijadikan Allah Ta’ala?"

Nabi SAW bersabda : “INNALLAHA KHALAKA KABLAL ASY YAA INNUR NABIYIKA MINNUIHI” artinya “Sesungguhnya Allah Ta’ala telah menjadikan terlebih dahulu ialah Nur Nabi Muhammad SAW yang dijadikan dari pada Zat Allah”.

SYECH ABDUL ASYSYAHRANI RAHIMA HULLAH ALIHI berkata : “INNALLAHA KHALAKA RUHUN NABI SAW MIN ZATIHI WAKHALAKAL ‘ALAMI MINNURI MUHAMMAD SAW.”

Artinya “Sesungguhnya Allah telah menjadikan Roh Nabi Muhammad dari pada Zat Allah, dan sekalian Alam ini dijadikan dari pada Nur Muhammad SAW serta Nabi Adam dan diri kita atau tubuh kita”.

Nabi Bersabda : “ANA ABUL ARWAH, WA ADAMU ABUL BASYARU”

Artinya : “Aku Bapak segala Roh dan Nabi Adam Bapak sekalian Tubuh Manusia tetapi Nabi Adam dijadikan dari pada tanah".

Allah berfirman : “KHALAKAL INSANA MINTIY” artinya Aku jadikan insan Adam dari pada tanah, dan tanah dari pada Air, Airpun dijadikan dari pada Nur Muhammad, maka Roh dan Tubuh tersebut bernama Nur Muhammad. Kepada Roh dan Tubuh inilah segala kainah, Insya Allah kita akan melihat kesempurnaan Zat Wajibal Wujud, karena tubuh kita yang kasar ini tidak dapat mengenal Allah, sebab fana. Yang dapat mengenal/meresapkan Nur Muhammad SAW. Siapa yang dapat mengenal atau meresapkan Nur Muhammad SAW berarti ia mengenal atau meresapkan Tuhannya, karena itu adalah kenyataan dari Wujud Allah yang kita miliki, seperti penglihatan, pendengaran dan sebagainya yang berasal dari pada Nur.

Firman Allah Ta’ala : “KADJA AKUM MINALLLAHINNURI” artinya Sesuatu apa saja yang menimpa kepada kamu adalah dari pada Allah yaitu Nur.

Firman Allah Ta’ala : “KAD JA AKUMUL KAKKUMIR RABBIKUM” artinya Sesuatu apa saja yang masing-masing kamu adalah hak dari pada Tuhan dari Nur kepada Nur.

Di sinilah sampai pelajaran segala Ilmu dari Aulia dan Ambiya asalnya mengenal Allah. Demikian pula pendapat Arifbillah serta kelakuannya karena ia mengenal Diri-Nya berasal dari kejadian Nur.

Firman Allah Ta’ala dalam Hadist Qudsi : “KHALA ILA JALI WAKHALAKHUL ASY YA ILA JALIK” artinya Aku jadikan kamu karena Aku, dan Aku jadikan Alam semesta karena Engkau Ya Muhammad.”

Rasulullah SAW bersabda : “ANA MINALLAHI WALMU’MINUNKAMINNI artinya “Aku daripada Allah, dan segala Mu’min daripada Aku.”

Maka dari itu, berpeganglah kepada Nur Muhammad, baik di waktu beribadat maupun di luar dari beribadat.

Syech ABDURRAUB berkata : “Yang sebenar diri adalah Nyawa, yang sebenarnya Nyawa adalah Nur Muhammad atau Sifat, yang sebenarnya Sifat adalah Zat Hayyun akan tetapi La Gairi (tidak lain)".

Adapun sebagian pendapat dari Alim Ulama adalah bahwa yang sebenarnya Diri adalah Roh, tatkala masuk pada Diri atau Tubuh bernama Nyawa, tatkala keluar masuk bernama Nafas, bilamana ingin sesuatu bernama Nafsu, dan apabila dapat memiliki sesuatu barang bernama Ikhtiar, dapat pula membuat sesuatu barang bernama Akal atau Ilmu. Inilah yang sebenarnya Diri. Karena pada diri inilah zahirnya Tuhan.

Nabi Muhammad SAW bersabda : “ZAHIRU RABBI WAL BATHINU ABDUHU” artinya Zahir Tuhan itu ada pada Bathin HambaNya, yakni kepada Ilmu Hakikat. Kepada Ilmu Hakikat inilah yang sebenarnya untuk meng-Esakan Allah. Dengan adanya keterangan tersebut di atas, maka kenalilah Diri agar sempurna untuk mengenal Allah SWT.

Nabi Muhammad SAW bersabda : “MAN’ARA PANAFSAHU PAKAD ‘ARA PARABBAHU” artinya “Siapa mengenal dirinya maka mengenal ia akan TuhanNya”. Dan “MAN ‘ARA PANAFSAHU BIL FANA PADA’ARA PARABBAHU BILHAQA” artinya Maka barang siapa mengenal dirinya binasa, niscaya dikenalnya Tuhannya kekal.

Mengenal diri ada terbagi 3 (tiga) bagian :

  1. Harus mengetahui asal diri (seperti tersebut diatas).
  2. Matikanlah diri/tubuh kita yang ada ini (mati Ma’nawiyah).
  3. Setelah Fana diri di dalam diri, Uludiyah Allah Ta’ala dalam Ilmu Allah Ta’ala yang Qadim adanya.
Allah SWT berfirman dalam Hadist Qudsi : “ MAUTU ANTAL KABLAL MAUTU” artinya Matikanlah dirimu sebelum mati kamu (mati sebenarnya).

Mematikan diri adalah sebagai berikut :

“LAA QADIRUN, WALA MURIDUN, WALA ‘ALIMUN, WALA HAYYUN, WALA SAMI’UN, WALA BASIRUN, WALA MUTAKALLIMUN.

Artinya :


- Tidak ada berkuasa ;
- Tidak ada berkehendak ;
- Tidak ada kita tahu ;
- Tidak ada kita hidup ;
- Tidak mendengar ;
- Tidak melihat ;
- Tidak berkata-kata.

Kesemuanya itu hanya Allah, tetapi setelah Fananya seluruh diri/tubuh kita di dalam “UHU DIAH ALLAH dengan Ilmu Allah yang Qadim. Dan ketahuilah Sir Allah dalam Diri/Tubuh kita. Jika kita tidak mengetahui, maka kita selalu bergelumang Dosa.

Nabi SAW bersabda : “WUJUDUKA ZAMBUN LAA YUGA SIBAHU ZAMBUN” artinya Bermula Adam itu dosa yang amat besar, maka tiap-tiap diri/tubuh yang berdosa tidaklah sempurna untuk mengenal Allah, walaupun bagaimana berbaktinya tetap tidak sempurna untuk mengenal Allah, karena berbakti itu adalah umpama diri/tubuh dengan Roh, maka dari itu ketahuilah Sir Allah yang sebenarnya di dalam Rahasia yang ada.

Allah berfirman dalam Hadist Qudsi : “AL INSANU SIRRI WA ANA SIRRAHU” artinya Insan itu adalah RahasiaKu dan Akupun RahasiaNya.

Allah berfirman dalam Hadist Qudsi : “AL INSANU SIRRI WASIARI SIFATI WASIFATI LA GAIRI” artinya “Insan itu adalah RahasiaKu, RahasiaKu itu adalah SifatKu, SifatKu itu tidak lain dari padaKu.

GHAUSUL ‘AZAM berkata “JISMUL INSANU WANAFSAHU WAKABLAHU WARUHUHU WABASARAHU WA ASNA NURU WAYAZRUHU WARIJLUHU WAKULLU ZALIKA AZHIRTULAHU BINAFSIHI LINAFSI ILA HUWA ILLA ANA GHAIRUHU” artinya Diri atau tubuh manusia, hatinya dan pendengarannya, penglihatannya, serta tangan dan kakinya, kesemuanya itu adalah kenyataan bagi DiriKU, tetapi bukan ‘Ainnya dan bukan lainnya. Allah itu tidak lain dari Insan, sebab kita ini adalah Hak dari pada Allah dan tidak ia berpisah segala kelakuanNya atau Af’alNya.

Allah berfirman : “WAFI AMPUSIKUM APALA TUBSIRUN” artinya Ada Tuhan kamu pada diri kamu, mengapa tidakkah kamu lihat akan Aku, kata Allah, padahal Aku terlebih hampir daripada matamu yang putih dengan yang hitamnya, terlebih hamper lagi Aku dengan kamu.

Nabi SAW bersabda : “MAN NAJARA ILA SYAI’AN WALAM YARALLAHUFIHI FAHUWA HATIL” artinya Siapa yang melihat kepada sesuatu, tidak dilihatnya Allah didalamNya, maka penglihatannya itu batal dan sia-sia belaka.

ABU BAKAR SIDDIK R.A berkata “MAA RA AITU SYAI’AN ILLA WARA AITULLAH HAKABLAHU” artinya "Tidak Aku lihat sesuatu melainkan yang aku lihat Allah Ta’ala terlebih dahulu”.

USMAN IBNU AFFAN berkata “MAA RA AITU SYAI’AN ILLA WARA AIRULLAHA“ atinya “Tidak aku lihat sesuatu melainkan yang aku lihat Allah sesertanya".

UMAR IBNU KHATTAF berkata “MAA RA AITU SYAI’AN ILLA WARA AITULLAHA BADAHU” artinya Tidak aku lihat sesuatu, hanya aku lihat Allah Ta’ala kemudiannya.

ALI BIN ABI TALIB “MAA RAITU SYAI’AN ILLA WARA AITULLAHA FIHI” artinya “Tidak aku lihat sesuatu melainkan yang aku lihat Allah Ta’ala di dalamnya”.

Demikianlah apa yang dikatakan oleh para sahabat Nabi tersebut di atas, maka pelajarilah ilmu ini kepada guru sebagaimana mestinya, sebab Allah tidak bersatu dan tidak bercerai/berpisah dengan sesuatu apa juapun. Inilah jalannya untuk mengenal Allah yang hidup kekal dan abadi yang tidak pernah kita lupakan setiap saat dan waktu maupun di dalam tidur.

Inilah pelajaran yang sebenarnya untuk Ma’rifat mengenal Allah dan menghilangkan pekerjaan dunia serta mempelajari ilmunya dengan meniadakan atau menghilangkan diri/tubuh pada tingkah laku kita, maka tidak termasuk lagi pada huruf  “HA“ dan tidak boleh lagi dikata atau disebut Allah. Bila mana dengan jalan pelajaran mematikan diri/tubuh seperti : Zat, Sifat, Asma dan Af’al yang ada pada kita. Jika sudah kita tidak ada (memanakan diri/tubuh) inilah yang dimaksud menyerahkan diri kepada Allah Ta’ala, maka bertemulah kita Ghaib di dalam Ghaib, Ujud di dalam Ujud, Zat di dalam Zat, Sifat di dalam Sifat, Asma di dalam Asma, Af’al di dalam Af’al, Sir di dalam Sir, Rahasia di dalam Rahasia dan Rasa di dalam Rasa yang menerima Zauk atau Widdan. Dalil yang menunjukkan hilangnya diri kepada Allah Ta’ala sebagai berikut :

"TIZIBUL BADANI SARAL QALBI “ artinya Hancurkan Badan jadikan Hati.

“TAZIBUL QALBI SARANRUH” artinya Hancurkan Hati jadikan Ruh.

“TAZIBUL RUHI SARANNUR" artinya Hancurkan Ruh jadikan Nur.

“TAZIBUNNURI SARAS SIRRI" artinya Hancurkan Nur jadikan Rahasia.

"TAZIBUSSIRRI ILLA ANA ILLA ANA” artinya Hancurkan Rahasia jadikan Aku ya Aku yang Mutlak, dan yang sebenarnya Aku itu adalah Rahasia sekalian Makam Manusia yang berada di dalam hati atau bathin.

“ALQOLBU KAMASALIL MURA WANAJRA FIIHI RABBAHU” artinya Hati Manusia itu diumpamakan Cermin, apabila dilihatnya Cerminnya, maka kelihatanlah Tuhannya dari pada Rahasia, karena rupa kita yang berada di dalam bathin inilah yang diakui oleh Allah, sebab rupa dari Rahasianya.

Allah Ta’ala berfirman : “AL INSAN SIRRI WASIRRI WASIFATI LA GHAIRI” artinya Insan itu adalah RahasiaKu dan RahasiaKu itu adalah tidak lain dari pada ZatKu yang Wajibbal Wujud.

Allah Ta’ala berfirman “AL QALBI HAYATI SIRRI ANA ILLA ANA” artinya Di dalam missal itu hati, di dalam SirKu adalah Aku Rahasia segala Insan yang ada di dalam Bathin. Demikianlah yang sebenarnya untuk mengenal Allah Ta’ala.

Allah Ta’ala berfirman dalam Hadist Qudsi “MAN ‘ARA FALLAH PAHUWALLAH” artinya Dengan sesungguhnya siapa yang mengenal Allah, maka ia bernama Allah dan Muhammad, karena hayat itu adalah hidup dengan sendirinya yang berasal dari Hayyun, sedangkan Manikam itu artinya ketuhanan, itulah sifat Allah Ta’ala yang dizahirkan kepada Muhammad dan Adam serta Insan daripada kenyataan kelakuan yang disertai dengan sifat, Hayat, Ilmu, Kudrad, Iradat, Sama’, Bashar, Kalam. Maka tajallilah Zat Muhammad dan Adam serta Insan dan Diri/tubuh yang dijadikan dari pada 4 (empat) macam yaitu :

  1. Mada
  2. Madi
  3. Mani
  4. Manikam artinya Ketuhanan yang disertai dengan sifat yang tersebut di atas daripada kenyataan sesuatu faedah kelakuan (martabat).
“MAN ALIFU KHALAK NARU WAHUWA RUHUL INSANU” Artinya : Hilangkan huruf Alif, jadikan Nama atau Asma Manusia, Fanakanan dirimu di dalam Zat Allah.

“LAM AWAL KHALIFATUHIY WAHUWA HAPSAL INSANU” Artinya : Hilangkan huruf Lam Awal, jadikan Nafas Manusia, Fanakan Sifatmu di dalam Sifat Allah.

“LAM AKHIR KHALAKA ASMAI WAHUWADDARUL INSAN” Artinya : Hilangkan Huruf Lam Akhir, jadikan Daerah Manusia, Fanakan Namamu di dalam Nama Allah.

“WAA HAA, I, KHALAKAL ARDHI WAHUWA BADANUL INSANU” Artinya : Hilangkan Huruf “H”, jadikan Badan/Tubuh Manusia, Fanakan Af’almu di dalam Af’al Allah.

Arti dari nama Allah :
  1. Alif : Jari kelingking menjadi Huruf Alif
  2. Lam Awal : Jari Manis menjadi Huruf Lam Awal
  3. Lam Akhir : Jari Tengah menjadi Huruf Lam Akhir
  4. Ha : Jari Telunjuk dan Ibu Jari menjadi Huruf Ha.
Artinya Diri yang Empat Anasar pada Tubuh :
  1. Artinya Nafas : Menjadi Huruf Alif
  2. Artinya Air Liur : Menjadi Huruf Lam Awal
  3. Artinya Darah : Menjadi Huruf Lam Akhir
  4. Artinya Hawa dan Rasa : Menjadi Huruf Ha.
  1. Artinya Nafas : adalah Angin
  2. Artinya Air Liur : adalah Air
  3. Artinya Daerah : adalah Api
  4. Artinya Hawa dan Rasa : adalah Bumi/Tanah.
Demikianlah penjelasan apa yang dimaksudkan arti Nama Allah yang ada pada Diri kita, agar dapat diketahui sebagaimana yang dipelajari oleh Guru.