Nur Yang Hidup


BISMILLAAHIN NURI NURUN’ALA NURIN

Inilah risalah singkat menjelaskan tentang martabat 7 (tujuh). Karena Martabat 7 (tujuh) itulah tahkiknya faham Ma’rifat atau sempuna bagi Aulia Allah yang semuanya mempunyai keramat besar dalam sejarah Mazhab Ahlul Sunnah Waljama’ah yang 4 (empat).

Adapun yang mula-mula menyusun martabat 7 (tujuh) itu ialah SYEH AHMAD KUSASI BIN MUHAMMAD AL MADANI WALI KUTUB RABBANI RIJALUL SHAID yang masyur itu. Kemudian diteruskan lagi oleh murid-muridnya yang bernama SYEH ABDURRAUB, SYEH MUHAMMAD SEMAN dan lain-lainnya yang semuanya berderajat Wali Kutubburrabbani.

Adapun marabat 7 (tujuh) itu adalah berdasakan hukum AKLI dan NAKLI, untuk memahami Rahasia kebesaran Nabi kita Muhammad SAW yang sebenar-benarnya karena himpunan segala rahasia Allah itu adalah terhimpun pada Wujud diri Nabi kita yang bernama Muhammad dan kezahiran Nabi kita itu menurut kezahiran manusia biasa dengan beribu berbapak dan sebagainya.

Adapun arti martabat itu ialah tingkatan kezahiran rahasia Allah Ta’ala dan bersusun:

1.    Martabat AHDIAH
2.    Martabat WAHDAH
3.    Martabat WAHIDIYAH
4.    Martabat ALAM ARWAH
5.    Martabat ALAM MISAL
6.    Martabat ALAM ZASAM
7.    Martabat ALAM INSYAN.


PENJELASAN SATU PERSATU

1. MARTABAT AHDIAH

Martabat Ahdiah bermakna Keesaan dan hukumnya LAA TA’AIN. Artinya : Tiada ada sesuatu wujud yang terdahulu adanya, oleh karena itu hanya dinamakan “AL HAQ” artinya : Keesaan Kesempurnaan Semata-mata.
Seperti Hadis Nabi SAW “ WAKA HALLAHUWALA SYIUM MA’AHU”
Artinya : Adalah Allah itu Maha Esa dan tiada ada lainnya sertanya.

Maka martabat Ahdiah itu bukanlah bermakna bahwa ada sesuatu wujud yang terdahulu adanya daripada Nur Muhammad atau wujud yang maujud adanya Nur Muhammad, tetapi adalah untuk menolak adanya Itikad yang menetapkan bahwa ada lagi suatu wujud yang mengujudkan Nur Muhammad. Jadi jelasnya martabat 7 ya’ni Martabat Ahdiah itu adalah bermakna pengakuan kepada Ke Esaan, Kebesaran dan Kesempurnaan Nur Muhammad itu semata-mata. Oleh karena itu Martabat yang sebenar-benarnya adalah 6 (enam) saja. Dan bukan 7 (tujuh), sejalan dengan ayat “FII SIT TATIAIYA MIN SUMMASTAWA’ALAL ‘ARSII” artinya : Kesempurnaan kejadian semesta alam adalah di dalam 6 (enam) masa.

Kemudian sempurnalah kebesaran Allah pada kejadian ARASY yang Maha Besar itu, menurut hadis sahih “bahwa masa yang terakhir yakni kejadian sempurnalah kejadian Nabi Adam", dengan ditempatkan di atas muka bumi.

Adapun hakikat ARASY yang sebenarnya menurut faham Ma’rifat yang tahkik adalah terkandung pada isyarat-isyarat huruf Nabi Adam itu sendiri, ialah Alif dan Dal itu mengisyaratkan kepada “AHMAD” dan “MIM” itu mengisyaratkan pada “MUHAMMAD”.

Oleh karena itu pada hakikatnya kezahiran Nabi Adam itu adalah menjadi Wasilah Ja’ani menjadi jalan bagi kezahiran kebesaran Nabi kita yang bernama Muhammad itu sendiri.

Di dalam tafsir yang ma’I’tisar kebesaran Nabi kita yang bernama Muhammad itu telah berwujud suatu sinar yang sangat menakjubkan pada nabi dan rasul-rasul yang terdahulu dan bahkan kebesaran itulah yang telah menjadi MU’JIZAD bagi Nabi-nabi terdahulu, maka kebesaran itulah diisyaratkan dengan “ANNUR” di dalam AL QUR’AN, dan ANNUR itu bukanlah bermakna cahaya, tetapi bermakna Keluasan, Kesempurnaan yang tiada terbatas dan tiada terhingga.

2. MARTABAT WAHDAH

Adapun Martabat Wahdah bermakna wujud yang awal yang tiada ada permulaannya dan hukumnya “TA’INUL AWWALU” artinya : wujud yang terdahulu adanya daripada segala wujud yang lainnya, lagi tiada ada permulaannya. Itulah yang dinamakan HAIYUN AWWALU, HAIYUN AZALI, HAIYUN IZZATI, HAIYUN HAKIKI, yakni bersifat HAIYUN yang sebenar-benarnya QADIM yang NAFSIAH, SALBIAH, MA’ANI dan MANAWIAH, ZALAL, ZAMAL, QAHAR, KAMAL, itulah hakikat kebesaran Nabi kita itu yang bernama Muhammad Rasulullah Sallahu’alaihi Wasallam.

Maka Kandungan nama Muhammad itulah yang dinamakan dengan Wahdah. Yang menjadi jumlah dan himpunan AF’AL, ASMA, SIFAT, ada pun ZAT hanyalah bagi MA’LUM yakni Sendirinya.

ILLAH tidak lain, dan dinamakan HAWIYYATUL’ALAMI” artinya : Sumber segala kejadian semesta alam ini, dan dinamakan HADRATUS SARIZ artinya : Kebesaran yang dipandang pada tiap-tiap yang maujud pada alam ini, itulah yang diisyaratkan dalam Al Qur’an “NURUN’ALA NURIN” artinya : Nur yang sangat dibesarkan pada semesta alam ini, yakni Nur yang hidup dan maujud pada tiap yang hidup sekalian alam ini atau Nur yang hidup dan menghidupkan.

Kebesaran hakikat Muhammad itulah yang sebenarnya dipuji dengan kalimah ALHAMDU kerana kesempurnaan tajalli NUR MUHAMMAD itulah yang diisyaratkan oleh kalimah ALHAMDU itu, yakni "ALIF" bermakna ALHAQ artinya KEESAAN, KEBESARAN NUR MUHAMMAD, tajallinya ROH bagi kita. “LAM LATIFUM” artinya Kesempurnaan Nur Muhammad, tajallinya NAFAS bagi kita, “HA” HAMIDUN artinya Kesempurnaan Berkat Nur Muhammad, tajallinya HATI, AKAL, NAFSU, PENGLIHAT, PENDENGAR, PENCIUM, PENGRASA dan sebagainya bagi kita. “MIM" MAJIDUN artinya Kesempurnaan Safa’at Nur Muhammad, tajallinya bagi kita : IMAN, ISLAM, ILMU, HIKMAH dan sebagainya. “DAL" DARUSSALAMI artinya Kesempurnaan Nikmat Nur Muhammad, tajallinya bagi kita : KULIT, BULU, DAGING, URAT, TULANG, OTAK, SUMSUM.

Maka itu adalah tajallinya bagi diri yang bathin, adapun tajalli bagi diri yang zahir adalah “ALIF” bagi kita, “LAM” dua tangan bagi kita, “HA” badan bagi kita, “MIM” Pinggang bagi kita dan “DAL” dua kaki bagi kita. Itulah yang diesakan dengan “ASYAHADU” yakni :

“ALIF ALHAQ" artinya Yang diEsakan dan yang diBesarkan.
“SYIN SYUHUDUL HAQ “ artinya Yang diakui bersifat Ketuhanan dengan sebenar-benarnya.
”HA HADIYAN MUHDIYAN ILAL HAQ “ artinya Yang menjadi Petunjuk selain menunjuki kepada jalan/Agama yang Hak.
“DAL DAIYAN ILAL HAQ" artinya Selalu menyerukan atau yang selalu memberi Peringatan kepada Agama yang Hak.
“ALHAMDU” berma’na “ALHAYATU MUHAMMADU” artinya Kesempurnaan Tajalli Nur Muhammad.

Fahamnya ialah “ADAM” adalah nama adab atau nama syari’at atau nama hakikat, atau nama kebesaran bagi kesempurnaan tajalli NUR MUHAMMAD. Dan MUHAMMAD adalah nama keesaan yang menghimpunkan akan nama Adam dan nama Allah.

Pada bahasa atau ilmu bahasa Arab “ADAM” itu damirnya “HU” dan MUHAMMAD itu damirnya “HU” dan ALLAH itu damirnya “HU”. Pada makna Syari’at “HU” itu bermakna Dia Seorang Laki-laki, dan pada makna Hakikat adalah jumlah yang banyak rupa wujudnya, tetapi pada makna Hakikat “HU” itu adalah “Esa” tiada berbilang-bilang. Itulah isyarat Al Qur’an “HUWAL HAYYUN QAYYUM” yang HAIYUN awal tiada ada permulaannya “WAHUWAL’ALI YIL’AZIM” yang bersifat denga sifat-sifat kesempurnaan lagi maha besar. “HUWAR RAHMANURRAHIM” yang bersifat Rahman dan Rahim. “HUWARABBUL ‘ABSIL KARIM” yang memiliki Arasy yang Maha Mulia, Arasy itu ada nama kemuliaan Diri Nabi Kita itu yang sebenar-benarnya, tetapi juga menjadi nama Majazi bagi sesuatu tempat atau suatu alam Ghaib yang dimuliakan adanya, sama halnya seperti JIBRIL, MIKAIL, IZRAFIL, ISMA’IL, NUHAIL, SURAIL.

Menurut tafsir yang me’I’tibar semuanya dengan bahasa Suryani atau bahasa Arab di zaman Pura, yang bernama ABDULLAH maka yang … ABDULLAH itu adalah Nabi kita yang bernama MUHAMMAD itu sendiri.

Maka oleh karena itu di dalam ayat “ISRA’” Nabi kita itu bernama ABDULLAH menunjukkan nama MUHAMMAD itu adalah juga Penghulu sekalian malaikat dan kebesaran nama MUHAMMAD itulah yang sebenar-benarnya yang diisyaratkan oleh Al Quran dengan huruf-huruf yang tidak dapat ditentukan atau dihinggakan namanya, karena bersangatan luas kandungannya mulai dari ALIF, LAM sampai NUR ada 29 tempat. Jadi semuanya nama-nama yang mulia, di langit dan di bumi itu adalah nama kemuliaan dan kesempurnaan tajalli NUR MUHAMMAD itu semata-mata, dan menjadi nama Majazi pada tiap-tiap Wujud yang dimuliakan pada alam ini.

Itulah isyarat Al Qur’an “WAHUAL LAZI PISSAMA ILLAHUW WAFIL ANDHI ILLAHUN” dan dialah yang sebenar-benarnya memiliki sifat-sifat Ketuhanan yakni sifat kesempurnaan yang ada di langit dan sifat-sifat kesempurnaan yang ada di bumi, dan ayat “LAHUL ASMA’UL HUSNA” artinya hanyalah dia yang sebenar-benarnya memiliki nama-nama yang mulia dan yang terpuji yang telah maujud pada semesta alam ini.

Tetapi karena adab Syari’at dihukumkan yang haram, haram yang najis, najis seperti anjing dan babi dan sebagainya yang tidak layak kecuali bagi MA'LUM pada majlis mengajar dan belajar, yang boleh membicarakan masalah tersebut di atas. Yang ke 3 (tiga) berkata ASY SYEH BURHANUDDIN ARRUMI pernah berkata yang maksudnya bahwa hakikat kebesaran Nur Muhammad itu menghimpunkan 4 (empat) macam alam, dan hakikat alam itu hanya 4 (empat) macam saja himpunannya iaitu :
  1. Alam HASUT ialah alam yang terhampar langit dan bumi dan segala isinya dan bagi kita HASUT itu ialah seluruh Jasad, Kulit, Daging, Otak, Sumsum, Urat, Tulang.
  2. Alam MALAKUT ialah alam ghaib bagi malaikat-malaikat, dan bagi kita malakut itu ialah Hati, Akal, Nafsu, Nafas, Penglihat, Pendengar, Pencium, Pengrasa dan sebagainya.
  3. Alam JABARUT ialah alam ghaib bagi Arasy, Kursi, Luh Mahfus, Syurga, Neraka dan sebagainya dan bagi kita Alam Jabarut itu ialah Roh, Ilmu, Hikmah, Fadilat, Hasanah dan sebagainya, dari pada segala sifat yang mulia dan terpuji.
  4. Alam LAHUT ialah alam ghaib bagi kebesaran Nur Muhammad dan bagi kita alam Lahut itu ialah Bathin tempat Rahasia, Iman, Islam, Tauhid dan Ma’rifat, maka ke 4 (empat) macam alam itu adalah semuanya wujud kesempurnaan tajalli Nur Muhammad, dan 4 (empat) macam alam itu lagi terhimpun kepada kebenaran wujud diri Rasulullah yang bernama INSANUL KAMIL. Dan menjadi berkah dan FAIDURRABBANI yakni kelebihan yang harus bagi tiap-tiap Mu’min yang ahli Tahkik, karena mereka itu adalah “WADA SYATUL AMBIYA” yakni mewarisi kebenaran bathin nabi-nabi dan rasul-rasul dan mu’min yang tahkik itulah yang dinamakan Aulia Allah, tetapi mu’min itu tiada mengetahui bahwa dirinya adalah Aulia yang sebenarnya.

Pendapat AL HALAD dan IBNU ARABI bahwa kedua walikutub itu pernah berkata yang maksudnya bahwa Muhammad itu ada dua rupa, yakni ada dua rupa dia atau ada dua Ma’na :
  1. Muhammad yang bermakna QADIM AZALI, itulah diri Muhammad yang pertama, yang tidak ada AL MAUTU/mati padanya selama-lamanya, jelasnya bahwa Muhammad diri yang pertama kita itu. Itulah yang awal NAFAS yang akhir SALBIAH, yang zahir MA’ANI dan yang bathin MA’NAWIYAH.
  2. Muhammad yang bermakna Abdullah Insanul Kamil itulah diri Muhammad yang kedua, nama yang harus baginya, bersifat manusia biasa yang berlaku padanya “SUNNATU INSANIAH, KULLU NAFSIN ZA IKATUL MAUT”

Dalam pada waktu itu wajib kita meng’itikadkan bahwa jasad nabi kita itu adalah QADIM IDHOFI, yaitu tidak rusak selama-lamanya dikandung bumi. Seperti hadis sahih AL BUKHARI/riwayat BUKHARI : “INNALLAHA AZZA WAJALLA HARRAMA’ALAL ARDHI AIYA KULLA AZSADAL AMBIYA” artinya : Bahwasanya Allah Ta’ala yang maha tinggi telah mengharamkan akan bumi, bahwa bumi itu bisa menghancurkan akan jasad para nabi-nabi. Maka tahkiknya faham kedua walikutub itu, supaya kita jangan terlihat dengan faham Nasrani, dengan Yahudi dan sebagainya. Maka kita tetapkan dahulu faham kita ialah :
  1. Bahwa pada hukum adab, Nabi kita Muhammad yang Muhammad itu adalah manusia biasa seperti kita, hanyalah dilebihkan ia dengan kerasulan.
  2. Bahwa tiap-tiap manusia itu sendirinya baik pada hukum akal dan pada hukum nakli, ada mempunyai dua macam diri yakni diri pertama atau diri hakiki ialah Rohani, dan diri yang kedua yaitu diri Majazi ialah Jasmani, dan diri yang kedua atau diri jasmani itu karena kemuliaan bagi Rasulullah dinamakan INSANUL KAMIL.
  3. Bahwa diri Hakiki yang bermakna Rohani itulah yang bernama Muhammad. Itulah yang Qadim Azali, Qadim Izzati, Qadim Hakiki, itulah makna yang dirahasiakan yang menjadi keesaan segala sifat kesempurnaan yang 99 (sembilan puluh sembilan) itu. Jalannya kebesaran wujud Roh Nabi kita itulah yang diisyaratkan oleh kalimah “HUALLAH” jadi makna Muhammad itu Tahkiknya adalah “AINUL HAYATI” yakni wujud sifat yang hidup dan yang menghidupkan. Maka itulah yang diisyaratkan dengan kalimah “LA ILAHA ILLALLAH” dan yang dibenarkan dengan kalimah “ALLAHU AKBAR” dan yang dipuji dengan “SUBBHANALLAH WALHAMDULILLAH" dan sebagainya lagi. Itulah yang dipuji dengan “ALHAQ QULHAQ” oleh seluruh malaikat-malaikat MUKARRABIN menurut tafsir yang me’itibar.
  4. Bahwa diri Majazi yang bermakna Jasmani, itulah yang bernama Insanul Kamil. Itulah Muhammad majazi, yakni Muhammad yang kedua yang menempuh ALMAUTU pada adab, tetapi jasad Nabi itu adalah Qadim Idhofi. Jasad Nabi kita itulah diisyaratkan oleh ayat AL QUR’AN “PADABA RAKALLHU AHNAUL KHORIKIM" artinya : Maha Sempurnalah Sifat Allah pada Kezahiran Wujud yang sebaik-baik rupa kejadian itu”. Dan diisyaratkan Hadis Qudsi “ZAHIRU RABBI WAL BATHINU ABDI” artinya : Kezahiran sifat kesempurnaan Allah itu adalah maujud pada hakikat kesempurnaan seorang hamba yang bernama Muhammad Rasulullah itu. Yakni maujud dengan rupa Insanul Kamil, maka rupa wujud Insanul Kamil itulah yang diisyaratkan oleh AL QUR’AN dengan “AMFUSAKUM” artinya : Wujud Diri Kamu Sendiri, yakni “WAFI AMFUSIKUM AFALA TUBSIRUN” artinya : Dan yang diri kami berupa wujud insan itu apakah tidak kamu pikirkan. Yakni yang menjadi diri hakiki atau diri pertama pada insan itu.

Pada hakikatnya adalah kebenaran dan kesempurnaan Roh Nabi kita yang bernama Muhammad itu semata-mata, dan diri kedua itupun tidak lain karena itulah dinamakan insan yakni yang kedua, atau rupa Muhammad yang nyata, yang nasut, maka kebenaran Roh Nabi kita yang bernama Muhammad itulah yang diisyaratkan oleh Al Qur’an “ALLAHU NURUSSAMA WATIWAL ARDHI” artinya : Kebenaran Nur Allah itu ialah Maujud di langit dan di bumi. Dan ayat seterusnya “NURUN ‘ALA NURIN” artinya : Nur yang hidup dan yang menghidupkan atas tiap-tiap wujud yang hidup pada alam ini, itulah isyarat perkataan 4 (empat) sahabat besar itu yang berbunyi demikian :

Berkata Saidina Abu Bakar Siddik r.a :
ﻮﻤﺎﺮﺍﻳﺖ ﺷﻳﺎﺀﺍﻶ ﻮﺮﺍﻳﺖﺍﷲ
Artinya : Tidak aku lihat pada wujud sesuatu dan hanyalah aku lihat kebenaran Allah semata-mata dahulunya.

Kata Umar Ibnu Khattab r.a :
“MAA RAAITU SYAIAN ILLA WARAAITULLAHU MA’AHU”
Artinya : Tidak aku lihat pada wujud sesuatu dan hanyalah aku lihat kebenaran Allah Ta’ala semata-mata kemudiannya.

Kata Usman Ibnu Affan r.a :
ﻮﻤﺎﺮﺍﻴﺕ ﺘﺒﻳﺎ ﺍﻶ ﻮﺮﺍﻴﺕ ﺍﷲ ﻤﻌﻪ
Artinya : Tidak aku lihat pada wujud sesuatu hanyalah aku lihat kebesaran Allah Ta’ala semata-mata besertanya.

Kata Ali Ibnu Abi Talib r.a :
ﻮﻤﺎﺮﺍﻴﺕ ﺷﻴﺎﺀﺍﻶ ﻮﺮﺍﻴﺕ ﺍﷲ ﻓﻴﻪ
Artinya : Tidak Aku lihat pada wujud sesuatu hanyalah aku lihat kebesaran Allah Ta’ala semata-mata maujud padanya.

Itulah isyarat ayat Al Qur’an “WAKULIL HAMDULILLAH SAYURIIKUM AAYAA TIHI FA’A HIRU NAHA” artinya : Dan ucapkanlah puji bagi Allah karena sangat nampak bagi kamu pada wujud diri kamu itu sendiri, akan tanda-tanda kebesaran Allah Ta’ala, supaya kamu dapat mengenalnya.

Dari itu dengan sabda Nabi Muhammad SAW “MAM TALABAL MAULA BISHAIRI NAFSIHI FAKAD DALLAH DALALAM BA’IDA” artinya : Barang siapa mengenal Allah Ta’ala di luar dari pada mengenal hakikat dirinya sendiri., maka sesungguhnya adalah ia sesat yang bersangat sesat. Karena hakikat diri yang sebenarnya, baik rohani dan jasmani tidak lain melainkan adalah wujud kesempurnaan tajalli NUR MUHAMMAD itu semata-mata. Maka apa-apa nama segala yang maujud pada alam ini, baik pada alam yang nyata dan alam yang ghaib adalah semuanya nama Majazi bagi kesempurnaan tajalli NUR MUHAMMAD.

Adapun makna Syahadat yang tahkikut tahkik “ASYHADUALLA ILAHA ILLALLAH” naik saksi aku bahwasanya Rohku dan Jasadku tidak lain, melainkan wujud kesempurnaan tajalli NUR MUHAMMAD semata-mata. “WA ASYHADUANNA MUHAMMADARRASULULLAH” dan naik saksi Aku bahwa hanya MUHAMMAD RASULULLAH itu tiada lain, melainkan wujud kebenaran tajalli NUR MUHAMMAD yang sebenar-benarnya.

Maka kesempurnaan musyahadah, murakabah dan mukafahah, yakni keesaan pada diri adalah pada keluar masuknya nafas, karena faham tahkik, tidak ada lagi “LAA” tetapi hanya “ILLAH” yakni tidak lain “NAFSI ILLAHU” tidak lain DIRIKU. Melainkan wujud kebesaran NUR MUHAMMAD semata mata.

Wallahu'alam.

Kejadian Insan


PENGENALAN DIRI

Dalam rahim Bapak 40 hari

Mada, Madi, Mani, Manikam

Pusat, Jantung, Watsulbi, Muntarait, Otak

Dalam Otak ada Lemak, Dalam Lemak ada Minyak, Dalam Minyak ada Nur, Dalam Nur ada Nur Akal, Dalam Nur Akal ada Hizabbannur, Dalam Hizabbannur Hidayamul Amanah Allah SWT.


PENYAKSIAN DI ALAM ROH

ALAS TUBIRABBIKUM : .....    Benarkah Aku Tuhan Engkau

KALU BALA : .................…    Benar Engkau Tuhan kami

SHAHIDNA : …............……    Menyaksikan


SUSUNAN DALAM RAHIM BAPAK

Di Otak : 7 hari
Di Rulang Belakang : 7 hari
Di Watsulbi Muntarait : 7 hari
Di Tulang Data : 7 hari
Di Pusat : 7 hari
Di Kalam    : 7 hari
Jumlah = 42 hari

Dalam Rahim Ibu 9 Bulan + 9 hari / 7 Bulan + 7 hari, Titik NOKTAH.

1 hari : HU
3 hari : ALLAH
7 hari : INNALLAH (hanya Allah)
4 bulan + 4 hari : TURABBUNNUR (Tanah Nur)
7 bulan + 7 hari : SUBHANALLAH (Maha Suci Allah)
8 bulan + 8 hari : ALHAMDULILLAH (Puji Bagi Allah)
9 bulan + 9 hari : INNA ANNA AMANNA (Sesungguhnya Aku beriman/Pembawa Amanah Allah SWT)

Ujud artinya Ada, Mustahil Tiada, Mana yang Mustahil.
Adalah Akwan Agiyar kita. Wajib Allah Ta’ala ada.

Tidak sah Ma’rifatnya, bila tidak mengetahui asal kejadian Diri kita ini.

Itifak/Mufakat.
Seluruh Arifbillah.

Adapun mengenal diri itu mengetahui daripada asal Nabi Adam A.S. Asalnya Nabi Allah Adam itu nasarnya Air, Api, Angin, Tanah, maka turunlah kepada kita :

Tanah itu = Tubuh kita hurufnya
Angin itu = Nafas kita hurufnya
Api itu = Darah kita hurufnya
Air itu = Rasa kita hurufnya

Maka itulah kita ketahui arti mengenal diri namanya.

Adapun kejadiannya Tanah bernama Syari’at = Tubuh kepada kita
Adapun kejadiannya Angin bernama Tarikat = Laku kepada kita
Adapun kejadiannya Api bernama Hakikat = Hati kepada kita
Adapun kejadiannya Air bernama Ma’rifat = Rasa kepada kita

Itulah mengenal diri namanya.

Syariat umpama Kaki
Tarikat umpama Tangan
Hakikat umpama Tubuh
Ma’rifat umpama Kepala

Adapun yang bernama Diri Terdiri itu Rahasia namanya
Adapun yang bernama Diri Tajalli itu Roh namanya
Adapun yang bernama Diri Terperi itu Hati namanya
Adapun yang bernama Diri Diperikan itu Tubuh namanya

Mengenal Adam Menurut :
  • Syari’at : adalah ia Manusia yang Pertama
  • Tarikat : adalah ia Hakikat yang Muncul
  • Hakikat : adalah ia Asma Allah
  • Ma’rifat : adalah Hanya Allah (ILLallah)

ASYHADU adalah bagi kita Lidah
ALLA adalah bagi kita Badan
ILLAHA adalah bagi kita Hati
ILLALLAH adalah bagi kita Roh
HUWA adalah bagi kita Rahasia (Air)

Adapun yang sebenar-benar Diri ialah Nyawa/Roh

Adapun yang sebenar-benar Nyawa/Roh adalah Muhammad

Adapun yang sebenar-benar Muhammad adalah Allah

Adapun yang sebenar-benar Allah adalah segala Sifat Allah Ta’ala

Adapun yang sebenar-benar Sifat Allah Ta’ala adalah Zadtullahita’ala

Adapun Sifat Allah Ta’ala adalah wujud Allah Ta’ala yang kata mempunyai Wujud dan hakikat daripada segala yang ada, besar maupun kecil. Bagaimanapun juga pada pandangan lahir maupun bathin adalah sebenar-benarnya termasuk satu sifat yang sempurna, tidak bertulang, berdaging, berdarah, atau berkulit. Pada yakin kita maka yang berbagai sifat dan warna adalah Hanya satu, menurut yakin Ma’rifat kita.

Adapun yang bernama Wujud Hakiki yaitu Zadtullahita’ala. Wujud Hakiki itu mustahil pada pandangan awam, wujud majazi itu tidak ada pada pandangan wujud hakiki.

Wujud ‘Am (umum) itu meliputi pada alam, dan nyata pada Muhammad.

Adapun yang sebenar-benarnya Manusia yaitu Muhammad

Adapun sebenar-benarnya Muhammad yaitu Allah

Dan sebenar-benarnya Allah yaitu Zadtullah

Maka itulah sebabnya kita manusia dilebihkan Allah Ta’ala dari pada semesta sekalian alam ini, karena asalnya kejadian sekalian itu daripada Muhammad.


Wallahuwalam.

Pintu Guru Yang Tersembunyi


Bismillaahirrahmaanirrahim

Inilah suatu pasal pada menyatakan pintu guru yang tersembunyi yang tiada diajarkan kepada orang-orang yang belum belajar tentang Ilmu Tauhid atau Sifat 20 (dua puluh), sebab buku ini berisi perihal orang-orang mengenal diri atau tata cara mengenal Allah pencipta Alam dan segala isinya supaya sempurna segala amal ibadahnya.

Adapun di dalam tulang kepala itu Otak
Di dalam Otak itu Ma’al Hayat atau Air Hidup
Di dalam Ma’al Hayat itu Akal
Di dalam Akal itu Budi
Di dalam Budi itu Roh
Di dalam Roh itu Mani
Di dalam Mani itu Rasa
Di dalam Rasa itu Nikmat
Di dalam Nikmat itu Nurullah
Di dalam Nur Muhammad

Firman Allah “AWWALU TAJLI ZATTULLAH TA’ALA BISIFATIHI
Artinya : Mula-mula timbul Zat Allah Ta’ala kepada Sifatnya

AWWALU TAJLI SIFATULLAH TA’ALA BIASMA IHI
Artinya : Mula-mula timbul Sifat Allah Ta’ala kepada namanya

AWWALU TAJLI ASMADULLAHI TA’ALA BIAP ALIHI
Artinya : Mula-mula timbul nama Allah ta’ala kepada perbuatannya

AWWALU TAJLI AF ALULLAHI TA’ALA BIINSAN KAMILUM BIASMAI.
Artinya : Mula-mula timbul perbuatan Allah Ta’ala kepada Insan yang Kamil yakni Muhammad RasulNya

QOLAH NABIYI SAW : “AWALUMAA KHALAKALLAHU TA’ALA NURI”
Artinya : Berkata Nabi SAW, yang mula-mula dijadikan Allah Ta’ala Cahayaku, baharu Cahaya sekalian Alam

QALAN NABIYI SAW : “AWWALU MAA KHALAKALLAHUTA’ALA RUHI"
Artinya : Yang mula-mula dijadikan Allah Ta’ala Rohku, baharu roh sekalian alam

QOLAN NABIYI SAW : “AWWALU MAA KHALAKALAHU TA’ALA QOBLI”
Artinya : Yang mula-mula dijadikan Allah Ta’ala Hatiku, bahru hati sekalian alam

QOLAN NABIYI SAW : “AWWALU MAA KHALAKALLAHUTA’ALA AKLI”
Artinya : Yang mula-mula dijadikan Allah Ta’ala Akalku, baharu akal sekalian alam

QOLAN NABIYI SAW : “ANA MINNURILAHI WA ANA MINNURIL ALAM”
Artinya : Aku cahaya Allah dan Aku juga menerangi Alam

HADIST : "AWALUDDIN MA’RIFATULLAH”
Artinya : Awal-awal agama adalah mengenal Allah

Sebelum mengenal Allah terlebih dahulu kita disuruh mengenal diri, seperti Hadist : "MAN’ARA PANAP SAHU PADAD’ARA PARABBAHU”
Artinya : Barang siapa mengenal dirinya, mengenal ia akan Tuhannya

“MAN ‘ARA PANAPSAHU PAKD’RA PARABBAHU LAYA RIPU NAPSAHU"
Artinya : Barang siapa mengenal Tuhannya, niscaya tiada dikenalnya lagi dirinya

"MAN ‘ARA PANAPSAHU BILFANA PAKAD’ARA PARABBAHU BIL BAQA”
Artinya : Maka barang siapa mengenal dirinya binasa, niscaya dikenalnya Tuhannya kekal

"KHALAK TUKA YA MUHAMMAD WAKHALAK TUKA ASY YA ILA ZALIK"
Artinya : Aku jadikan Engkau karena Aku dan Aku jadikan Alam dengan segala isinya karena Engkau Ya Muhammad

Firman Allah : “AL INSAN SIRRU WA ANA SIRRUHU”
Artinya : Insan itu RahasiakKu dan Aku Rahasia Insan

“WA AMBATNAL ABRU RABBUN AU ZAHIRU RABBUN ABBUN”
Artinya : Adapun bathin hamba itu Tuhan dan Zahir dan Tuhan itu hamba

“LAHIN HUWA WALAHIN GHAIRUH”
Artinya : Tiada ia tetap dan tiada ia lain dari ia

Firman Allah Ta’ala didalam Al-quran : “FAHUWA MA’AKUM AINAMA KUNTUM”
Artinya : Di mana saja Engkau berada (pergi) Aku serta kamu

"HUWAL AWWALU WAL AKHIRU WALBATHINU WAZZAHIRU”
Artinya : Ia jua Tuhan yang awal tiada permulaannya, dan Ia jua Tuhan yang akhir tiada kesesudahannya, Ia jua bathin dan Ia jua Zahir

Dalam pandangan Ma’rifat kita kepada Zat Allah Ta’ala itu, “LAISA KAMIS LIHI SYAIUN" tiada seumpamanya bagi sesuatu, dan bukan bertempat.

Adapun Ma’rifat kita atau pengenalan kita akan diri diperikan AF 'ALULLAH, adapun Ma’rifat kita akan AF ‘ALULLAH, LAHAU LAWALA KUWWATA ILLAH BILLAHHIL’ALI YIL’AZIM. Artinya : Datang daripada Allah dan kembalinya kepada Allah jua segala sesuatu, sesuai dengan hadist Nabi yang berbunyi demikian : “MUTU ANTAL KABLAL MAUTU”. Artinya : Matikan diri kamu sebelum mati kamu.

Adapun mati ini ada dua ma’na, maka apa bila Roh bercerai dengan jasad itu mati hisi namanya, atau mati yang sebenarnya. Adapun mati yang dimaksud hadis Nabi yang di atas tadi, adalah mati Ma’nawi, artinya mati dalam pengenalan mata hati.

Mahasuci Allah Subhanahu wata’ala Tuhan Rabbil’izzati dari upayamu, wujudmu, supaya Aku terang sempurna, upaya Allah dan kuat Allah, dan wujudnya Allah “BILLAHI LAYARILLAH” tiada yang mempunyai dan menyembah Allah hanya Allah.

Bagitu sekalian Aribbillah mengerjakan ibadat kepada Allah Ta’ala. Adapun yang bernama Rahasia itu “Sirrullah”.

Adapun kita bertubuh akan Muhammad Bathin dan Zahir bertubuh akan Roh. Adapun jadi nyawa itu bertubuh kanan Idhafi Kadim (terdahulu), maka tiada lagi kita kenang tubuh dan zahir dan bathin itu, akan bernama Rahasia Ia Allah, Sir namanya kepada kita, karena rahasia itu Nur. Adapun sebenar-benarnya Sifatullahita’ala kepada kita inilah RahasiaNya yang dibicarakan Rahasia yang sebenarnya RahasiaNya yang kita ketahui.

Adapun jalan hakikat yang sebenarnya yang mengata Allahu Akbar waktu kita sembahyang itu, ialah Zat, Sifat, Asma, Af’al, Kudrat, Iradat, Ilmu, Hayat, itu nama Rahasia Allah Ta’ala namanya kepada kita, itulah yang mengata Allahu Akbar tiada hati lagi, karena yang bernama Zat, Sifat, Asma, Af’al, Kudrat Iradat, Ilmu, Hayat itu nama Rahasia Allah Ta’ala namanya kepada kita.

Batin dan zahir kita akan memerintah diri, adapun diri kita tadi ialah Roh. Roh tadilah yang menerima perintah rahasia, maka berlakulah berbagai-bagai bunyi dan kelakuan di dalam sembahyang. Semua itu adalah perintah rahasia, maka perintah rahasia inilah Sirrullah. Karena Rahasia inilah kita dapat melihat Allah dan menyembah Allah serta hidup berbagai-bagai, itulah rahasia Allah kepada kita.

Firman Allah “MAN ‘ARA PANAPSAHU PAKAD’ARA PARABBAHU”
Artinya : Maka barang siapa mengenal dirinya, mengenal ia akan Tuhannya.

Maka mengetahui ia akan asal Nabi Allah Adam, nasarnya Air, Api, Angin, Tanah. 4 (empat) inilah yang dijadikan Allah, maka turun kepada kita seperti Firman Allah Ta’ala, kita disuruh mengetahui :

Adapun tanah itu Tubuh kita
Adapun Api itu Darah kita
Adapun Air itu Air Liur kita
Adapun Angin itu Nafas kita.

Maka berdiri syari’at, adapun kejadian air itu Tarikat, kejadian api itu Hakikat, dan kejadian Angin itu Ma’rifat. Baginilah kita atau cara kita mengenal diri namanya.

Adapun tatkala kita tidur itu, adalah perintah Rahasia Allah, maka dari itu janganlah lagi kita kenang dan janganlah kita berkehendak atau panjang angan-angan dan jangan lagi diingat diri kita ini, karena tiada hayat lagi di waktu kita tidur itu, itu adalah Rahasia Allah.

Adapun perintah segala hati pada tengah-tengah hati berbagai bagai, adapun tempat rahasia itu di dalam jantung. Maka jikalau tiada rahasia Allah itu, tiadalah bathin dan zahir ini berkehendak, karena pada hakekatnya rahasia Allah itulah menjadi kehendak segala manusia dan binatang. Akan tetapi awas, jagalah hukum syara’ (syari’at) yang difardhukan pada kita, maka dari tiliklah dan perhatikan bersunguh-sungguh perkara yang tersebut di atas.

Maka barang siapa menilik sesuatu tiada melihat ia akan Allah di dalamnya, maka tiliknya itu batil atau syirik, karena ia tiada melihat akan Allah Ta’ala.

Berkata Saidina Abu Bakar Siddik r.a :
ﻮﻤﺎﺮﺍﻳﺖ ﺷﻳﺎﺀﺍﻶ ﻮﺮﺍﻳﺖﺍﷲ
Artinya : Tiada aku melihat akan sesuatu melainkan Allah yang aku lihat Allah Ta’ala terlebih dahulu.

Kata Umar Ibnu Khattab r.a :
“MAA RAAITU SYAIAN ILLA WARAAITULLAHU MA’AHU”
Artinya : Tiada aku lihat sesuatu melainkan aku lihat Allah kemudiannya.

Kata Usman Ibnu Affan r.a :
ﻮﻤﺎﺮﺍﻴﺕ ﺘﺒﻳﺎ ﺍﻶ ﻮﺮﺍﻴﺕ ﺍﷲ ﻤﻌﻪ
Artinya : Tiada aku melihat sesuatu melainkan yang aku lihat Allah besertanya.

Kata Ali Ibnu Abi Talib r.a :
ﻮﻤﺎﺮﺍﻴﺕ ﺷﻴﺎﺀﺍﻶ ﻮﺮﺍﻴﺕ ﺍﷲ ﻓﻴﻪ
Artinya : Tiada Ku lihat sesuatu kecuali Allah yang kulihat di dalamnya.

Maka perkataan para sahabat itu agar berbeda, akan tetapi maknanya bersamaan.

Firman Allah di dalam Al-Quraan yang berbunyi :
“WAHUWA MAAKU AINAMA KUNTUM”
Artinya : Ada hak Tuhan kamu

Firman Allah Ta’ala :
“WAHI AMPUSIKUM APALA TUBSIRUN”
Artinya : Ada Tuhan kamu di dalam diri kamu, mengapa tidakkah kamu lihat akan Aku kata Allah, padalah Aku terlebih hampir dari padamu matamu yang putih dengan hitamnya, terlebih hampir lagi Aku dengan kamu.

Kemudian dari itu hendaklah kita ketahui benar-benar akan diri ini mengapa kita ini menjadi hidup, melihat, mendengar, berkata-kata, kuasa memilih baik dan jahat, cuba renungkan sejenak, siapakah yang berbuat di balik kekuasaan kita ini.

Maka di sini kita kembalikan saja kepada pasal rahasia yang telah lalu, sebutannya pasti kita bertemu dengan Allah atau Mi’raj dengan Dia.

Maka barang siapa tiada mengetahui perkara ini, tiada sempurna hidupnya dunia dan akhirat dan jikalau dia beramal apa saja semua amalannya itu syirik, maka dari itu hendaklah kita ketahui benar-benar apa asalnya yang menjadi nyawa dan roh itu.

Yang menjadi Nyawa dan Roh itu ialah ZADTULLAHITA’ALA daripada Ilmunya dan Roh sekalian alam.

Seperti sabda nabi kita “ANA ABUL BASYARI”
Artinya : Aku Bapak segala Roh dan Bapak segala Tubuh

Bermula sebenarnya Roh, tatkala di dalam tubuh, Nyawa namanya, tatkala ia berkehendak, Hati namanya, tatkala ia kuasa memperbuat, Akal namanya, maka kesemuanya itu adalah Rahasia Allah Ta’ala kepada kita. Maka barang siapa tiada tahu perjalanan ini, maka tiada sempurna hidupnya dunia dan akhirat.

Hidup ada nyawa itulah Muhammad dinamai akan dia bayang-bayang Ianya yang empunya bayang-bayang dan Idhofi, akan tetapi daripada Nur jua, karena tiada diterima oleh akal kalau bayang-bayang itu maujud sendirinya, kalau ada yang empunya bayang-bayang ialah Allah Ta’ala sendirinya.

Demi Allah dan Rasulullah Islam dan Kafir, jikalau tiada tahu atau tiada percaya akan kejadian Nur itu perjalanan Roh, maka menjadi kafir lagi munafik. Karena apabila tiada tahu mengenal diri dan tiada tahu/tiada dapat membedakan antara Khalik dan Makhluk, maka amalan orang tersebut itu Syirik.

Peganglah nasihat seorang Al Arifbillah yang berbunyi demikian :
“LATUHADDISUN NAASIBIMA LAMTUSLIHU AKWALAHUM ATURIDDUN AYYUKAZ ZIBULLAHAWARASULIH”
Artinya : Jangan kamu ajarkan akan manusia, akan ilmu yang tiada sampai akal mereka itu, adalah kamu itu nanti didustakannya oleh mereka itu Allah dan Rasulnya, maka orang itu kafir.

Jadi garis besarnya, apabila seseorang umpamanya, tiada biasa belajar Ilmu Usuluddin atau Sifat `20 (dua puluh) tiada boleh diajarkan akan Ilmu Rahasia yang tersebut di dalam buku ini.

Wallahu’alam.